Toward A Better Love

Sebelum akhirnya memutuskan membuat blog ini, aku pergi ke sebuah cafe, bersama pacarku. Awalnya kami hanya sibuk dengan gadget masing-masing. Tapi untunglah aku segera sadar bahwa dia pasti ngambek apabila tidak ada percakapan bermutu di antara kami. Akhirnya aku menutup laptop dan mulai berbicara padanya.

Di depanku ada sebuah buku yang aku pinjam dari perpustakaan kampus beberapa hari yang lalu. Buku itu berisi tentang renungan, tentang bagaimana membentuk suatu relasi yang berkualitas khususnya dengan pasangan. Banyak hal yang diungkapkan oleh buku itu. Aku sendiri merasa buku itu bisa menebak karakterku dalam membina hubungan. Aku mungkin agak sedikit egois, mau terlihat hebat di mata pasangan, selalu ingin benar, dan bla bla bla, Namun buku yang tebalnya tidak mencapai 50 halaman ini mengatakan bahwa untuk membangun suatu hubungan yang dapat membuat kita bahagia bukan begitu caranya. Aku menemukan beberapa poin dalam buku tersebut :

1. Karakter yang kita bawa dalam kehidupan asmara kita adalah apa yang kita dapatkan dalam lingkungan keluarga kita semasa kecil. Sebagai contoh, anak yang hidup dalam omelan dia akan belajar mengomel dengan pasangannya, anak yang hidup dalam kekerasan akan bersifat kasar terhadap pasangannya, anak yang hidup dalam kekangan akan berusaha mencari kebebasan dari pasangannya, anak yang hidup dalam cinta kasih yang utuh dari keluarga akan belajar untuk tulus mencintai pasangannya. Hal tersebut benar terjadi tanpa kita sadari. Karakter yang kita punyai saat ini merupakan hasil bentukan masa lalu,

2. Seringkali kita hidup dalam luka masa lalu. Hal ini cukup berkaitan dengan poin pertama. Memang sebenarnya dapat merugikan diri kita sendiri juga pasangan kita, apabila terus terjebak dalam penjara masa lalu, tanpa menyadari bahwa kita hidup untuk masa sekarang dan masa depan, bukan untuk yang sudah lewat.

3. Kita menginginkan pasangan kita berubah sesuai apa yang kita mau, mungkin begitu pula sebaliknya. Pada dasarnya manusia dapat berubah, namun yang mungkin dilakukan dan juga yang paling mudah dilakukan hanyalah mengubah diri sendiri. Bukan mengubah orang lain. Maka alangkah baiknya jika perubahan itu dimulai dari diri kita sendiri. Siapa tahu dengan mengubah diri sendiri, pasangan kita menjadi tergerak hatinya untuk berubah juga.

4. Terkadang apa yang kita tidak sukai dari pasangan kita sebenarnya adalah proyeksi dari apa yang tidak kita sukai dari diri kita sendiri. Sehingga kita terus mencemooh kekurangan pasangan kita. Padahal itu sebenarnya juga ada di dalam diri kita. Maka dari itu ada baiknya bila kita menjadi pribadi apa yang kita inginkan bagi pasangan kita. Dengan demikian kita pun semakin banyak memberi suatu hal yang baik bagi pasangan.

5. Lagi-lagi kita pasti mengeluh karena banyak hal yang berjalan tidak sesuai dengan harapan kita. Terus hidup di dalam keluhan bukanlah ide yang baik. Sebab dari keluhan tersebut kita tidak menghasilkan apa-apa. Bagaimana jika kita memutar keluhan itu menjadi suatu peluang, kesempatan untuk berusaha bangkit, tenaga positif untuk tetap bertahan. Setiap pasangan yang ingin mempertahankan hubungannya tidak akan betah tinggal dalam kolam keluhan, hal itu akan membuat salah satu atau mereka berdua jenuh,

6. Kebahagiaan bukanlah tujuan, melainkan proses. Tidak ada titik kebahagiaan, di mana manusia bisa berhenti melakukan sesuatu dan berharap kebahagiaan tersebut tidak berpindah ke mana-mana. Kebahagian adalah sesuatu yang terus-menerus terjadi jika kita menghendakinya. Dalam perjalanan hidup, kita harus pintar-pintar “merasa bahagia” karena memang kebahagiaan itu ada jika kita berusaha merasakannya. Kebahagiaan bisa datang dari mana saja, termasuk hanya dari pikiran kita, tanpa adanya peristiwa apa pun.

Aku tidak tahu apakah aku akan selamanya bersama orang yang sedang bersamaku saat ini. Tapi paling tidak aku ingin berusaha. Berusaha menemukan kebahagiaan bersama orang-orang terdekat. Bukankah anda juga? Salam.

Tinggalkan komentar